Tiap hari kita disuguhi informasi tentang berbagai kematian yang merenggut nyawa manusia di berbagai belahan bumi dengan sebab-sebab yang variatif. Kita mengetahui bahwa kematian pasti akan menghampiri setiap manusia, siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Kematian adalah sesuatu yang pasti akan menjemput manusia, namun secara umum pembicaraan tentang kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Bahkan naluri manusia cenderung ingin hidup seribu tahun lagi. Ini tentu saja bukan hanya ucapan Khairil Anwar, tetapi Al-Qur'an melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu : " Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehidupan ( di dunia ), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan " (QS Al Baqarah : 96 ).
Bahkan naluri manusia cenderung ingin hidup seribu tahun lagi. Ini tentu saja bukan hanya ucapan Khairil Anwar, tetapi Al-Qur'an melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu : " Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehidupan ( di dunia ), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan " (QS Al Baqarah : 96 ).
Banyak faktor yang menyebabkan orang
takut akan kematian. Ada orang yang takut mati karena ia tidak mengetahui apa
yang akan dihadapinya setelah kematian, mungkin juga karena merasa bahwa yang
dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan dihadapinya nanti. Ada juga karena
membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, mungkin
karena khawatir memikirkan atau prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan
atau karena tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya sehingga
mereka merasa cemas dan takut menghadapi kematian. Dari sini lahir
pandangan-pandangan optimistis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan.
Manusia melalui nalar dan pengalamannya
tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai salah satu
persoalan ghaib yang paling besar. Sekalipun demikian, setiap melihat bagaimana
kematian merenggut nyawa yang hidup, terutama orang-orang yang paling dekat dan
dicintainya, manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakekatnya, atau paling
tidak ketika itu akan terlintas dalam benaknya bahwa suatu ketika iapun akan
mengalami kematian yang sama.
Manusia menyaksikan bagaimana kematian
tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kematiannya sampai
terpenuhi semua keinginannya. Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan
kecemasan, apalagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni hanya
di dunia saja. Sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya menilai kehidupan ini
sebagai siksaan, dan untuk menghindar dari siksaan itu mereka menganjurkan agar
melupakan kematian dan sedapat mungkin menghindari segala kecemasan yang
ditimbulkannya dengan jalan melakukan apa saja secara bebas tanpa kendali demi
mewujudkan eksistensi manusia.
Tuntunan Islam
Islam sebagai tuntunan hidup manusia
mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari
suatu prjalanan panjang dalam evolusi kehidupan manusia, dimana selanjutnya ia
akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kesenangan atau berbagai ragam
siksaan dan kenistaan.
Al-Qur'an menilai kematian sebagai
musibah malapetaka. Tetapi agaknya istilah ini lebih banyak ditujukan kepada
manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti
bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi orang-orang yang ditinggalkan
sekaligus musibah bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal yang cukup untuk
hidup di negeri akherat.
Kematian juga dikemukakan oleh
Al-Qur'an dalam konteks menguraikan nikmat- nikmat Allah kepada manusia. Dalam
surat Al Baqarah ayat 28 Allah mempertanyakan kepada orang-orang kafir :
"Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedangkan kamu tadinya mati kemudian
dihidupkan (oleh-Nya) kemudian kamu dimatian dan dihidupkan-Nya kembali,
kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya"(QS Al Baqarah : 28).
Nikmat yang diakibatkan oleh kematian
bukan saja dalam kehidupan ukhrawi nanti bagi orang-orang yang beriman
kepadanya, tetapi juga dalam kehidupan dunia, karena tidak dapat dibayangkan
bagaimana keadaan dunia kita yang terbatas arealnya ini, seandainya semua
manusia hidup terus menerus tanpa mengalami kematian.
Mengenai kehidupan setelah kematian,
Muhammad Iqbal, seorang pemikir besar asal Pakistan, menegaskan bahwa mustahil
sama sekali bagi makhluk manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun untuk
dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat
terlaksana apabila ia mampu menyucikan jiwanya secara terus menerus. Penyucian
jiwa itu dengan jalan amal saleh. Bukankan Alqur'an menegaskan : "Maha
Suci Allah yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu
siapakah diantara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Maha
Mulia lagi Maha Pengampun " (QS Al Mulk : 1).
Demikianlah terlihat bahwa kematian
dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena disamping mendorong
manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, kematian
juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi serta mendapatkan
keadilan sejati. Namun sebaliknya, bagi sementara orang, kematian adalah suatu
hal yang mengerikan dan menakutkan. Dua sikap yang berbeda itu muncul
diakibatkan oleh perbedaan amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan
dunia ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw menjelaskan bahwa : "Seorang
mukmin saat menjelang kematiannya akan ddatangi oleh malaikat sambil
menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dilaminya setelah
kematian. Ketika itu tidak ada yang disenanginya kecuali berteu dengan Tuhan
(mati). Berbeda halnya dengan kafir yang juga diperlihatkan kepadanya apa yang
bakal dihadapinya dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya dari
pada bertemu dengan Tuhannya (mati) ".
Tingkatan Sikap Manusia
Kematian mempunyai peranan besar dalam
memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian kepada Allah
SWT. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir apa yang akan terjadi sesudah
mati dan tidak akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Karenanya manusia
dianjurkan untuk memperbanyak mengingat dan berpikir tentang kematian,
Rasulullah saw bersabda : "Perbanyaklah pemutus segala kenikmatan duniawi
(kematian) ".
Dalam mengingat kematian ini, Imam Al
Ghazali membagi manusia kepada tiga tingkatan. Pertama : Al Munhamik, yaitu
orang yang tenggelam dalam tipu daya dan hawa nafsu dunia. Ia tidak mengingat
kematian dan enggan untuk diingatkan orang tentang kematian. Dan manakala
diiingatkan justeru akan menjauhkannya dari Tuhannya.
Orang seperti ini kurang mempersiapkan
bekal untuk menghadapi kematian bahkan justru bergelimang dosa dan maksiat.
Kedua : At Taib, yaitu orang yang selalu bertaubat memohon ampunan dari Allah.
Iapun banyak mengingat kematian yang mendorongnya beramal dan mempersiapkan
bekal. Kalaulah ia tidak menyukai kematian tidak lain karena khawatir bekal
yang dipersiapkanya belum cukup sehingga dalam kondisi demikian ia takut
menghadap Allah. Ketiga : Al 'Arif, yaitu orang yang mengetahui posisi dirinya
di hadapan Allah. Ia senantiasa mengingat kematian, bahkan ia selalu menanti
saat kematian itu. Karena baginya kematian adalah momentum perjumpaan dengan
Allah, Dzat yang selama ini dicintainya dan dirindukannya dan ia memiliki bekal
dan persiapkan penuh untuk menghadapi kematian.
Dalam pandangan beberapa ulama, ingat
akan kematian disamping meringankan beban petaka dan obsesi duniawi, juga akan
mampu melembutkan hati manusia, dengan demikian ia akan memiliki sensitifitas
terhadap nilai dan prilaku serta tindakan negatif dalam berbagai bentuknya.
Kesombongan, pertengkaran, pertumpahan darah, ketidak adilan serta prilaku
negatif lainnyaseringkali timbul akibat hilangnya kelembutan hati ini. Di sisi
lain, ingat akan kematian akan merefleksikan nilai dan tindakan positif dimana
manusia akan memaksimalkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengisi
hidupnya yang pendek dengan hal-hal positif baik untuk pribadi, masyarakat,
bangsa dan agamanya.
Sungguh, manakala manusia mengingat
bahwa segala atribut dan gebyar-gebyar duniawi akan ditingalkannya, manakala
kematian menjenguknya, tanah dan pasir menjadi tempat tidurnya, Munkar dan
Nakir menjadi temannya, kuburan menjadi tempat tingalnya, hari kiamat
menantinya dan surga atau neraka tempat kembalinya, maka ia tidak akan bisa
melupakan kematian yanag akan datang tidak lama lagi, karena sesuatu yang pasti
datang itu dianggap dekat: " Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
(kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal
apa yang kamu kerjakan " (QS Al Munafiqun: 11).
Barangkali sementara orang bisa
melupakan kematiankarena sibuk dengan dunia yang menyelimutinya. Ia baru sadar
akan kematian apabila kematian menimpa orang di sekelilingnya, terutama sanak
keluarganya. Bahkan ia lupa untuk mempersiapkan bekal amal bagi kehidupan abadi
sesudah kematian kecuali jika kematian menjemput dirinya. Karena itulah
Rasulullah saw bersabda: "Orang pandai adalah orang yang mampu mengontrol
dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian" Wallahu a'lam.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sobat tinggalkan pesan dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan blog ini. Gunakan kata-kata yang sopan dan baik dan tidak ada unsur SARA.
terima kasih atas kunjungan anda.